Semakin banyak saja alasan untuk tidak mengonsumsi minuman soda. Kali ini peneliti mengungkapkan fakta horor tentang minuman soda. Hampir 48 persen minuman soda yang berasal dari tempat-tempat fast food atau cepat saji mengandung bakteri yang banyak terdapat pada tinja.
.jpg)
Bakteri
 tersebut awalnya berkembang dari kran minuman soda yang jarang 
dibersihkan. Bisa dibayangkan jika bakteri yang menempel pada kran 
minuman soda itu masuk dan berkembang dalam tubuh manusia. Alhasil, 
diare, sakit perut, keracunan dan penyakit pencernaan lainnya pun bisa 
mengancaman kesehatan.
Para
 ahli mikrobiologi dari Hollins University mengumumkan hasil penemuan 
tersebut dalam International Journal of Food Microbiology.
Mereka
 melaporkan bahwa bakteri coliform yang banyak terdapat dalam feses 
terdeteksi sebanyak 48 persen pada minuman soda dan hasil mikroskop 
menunjukkan jumlah bakterinya lebih besar dari 500 cfu/ml. Jumlah yang 
cukup untuk menyebabkan usus menghasilkan reaksi yang tidak nyaman.
Lebih
 dari 11 persen minuman yang dianalisa adalah bakteri coliform 
Escherichia coli (E. Coli) dan 17 persennya adalah Chryseobacterium 
meningosepticum. Beberapa bakteri patogen lainnya yang terdapat dalam 
minuman soda antara lain Klebsiella, Staphylococcus, Stenotrophomonas, 
Candida dan Serratia.
Fakta
 lainnya yang lebih mengejutkan adalah, hampir semua bakteri yang 
teridentifikasi tersebut menunjukkan resistensi atau kekebalan terhadap 
11 jenis antibiotik yang diujikan peneliti.
Peneliti juga melaporkan peningkatan 
kasus penyakit 'gastric distress' atau penyakit gangguan pencernaan pada
 beberapa orang yang mengonsumsi minuman soda dari restoran cepat saji.
Meskipun beberapa tempat makan fast 
food sudah memiliki sertifikat aman dari perusahaan auditor atau 
penjamin kesehatan, namun banyak diantaranya yang tidak melakukan update
 sertifikasi selama beberapa tahun.
"Hal
 ini semakin meyakinkan bahwa mengonsumsi minuman soda tidak aman. Lebih
 banyak bahaya yang akan didapatkan daripada keuntungan mengonsumsinya,"
 ujar seorang peneliti




0 komentar:
Posting Komentar