Sesuatu
yang tak lazim digolongkan sebagai kelainan. Begitu juga dalam
kancah perilaku seksual. Di seputar kita bisa dijumpai penderita
parafilia, pengidap gangguan psikoseksual. Mereka, umumnya
laki-laki, menyukai kegiatan seksual tidak lazim mulai dari
mengintip, memamerkan alat kelamin, sampai mengenakan pakaian
wanita.
Syahdan,
di abad XI ada seorang istri bangsawan Inggris yang sangat
dikagumi rakyatnya. Wanita cantik itu bernama Lady Godiva.
Suaminya, Earl Leofric, penguasa Provinsi Mercia di Midland.
Karena penduduk Coventry saat itu sangat menderita akibat tingginya
pajak, ia memohon kepada sang suami untuk menurunkannya. Permintaan
itu akan dikabulkan asal Lady Godiva berani berkuda keliling kota
tanpa busana.
Tak disangka, Lady Godiva bersedia. Dengan menggunakan rambut pirangnya yang panjang sebagai penutup sebagian tubuhnya, ia naik kuda berkeliling kota. Rakyat yang sangat mencintainya bersepakat untuk tinggal di rumah dan menutup semua jendela mereka rapat-rapat.
Rupanya,
seorang pembantu tukang jahit bernama Tom berusaha mengintip dari
celah jendela. Ia merasa bangga berhasil menyaksikan wanita
cantik tanpa busana itu. Namun, akhirnya ia mendapatkan karma. Ia
buta tak lama kemudian.
Dongeng tentang “Tom si Pengintip” atau Peeping Tom
ini kemudian diangkat sebagai istilah salah satu kelainan
parafilia (gangguan psikoseksual yang kebanyakan diderita pria),
yang disebut voyeurism.
Ciri utama voyeurism
(di dunia kedokteran dikenal sebagai skopofilia) adalah adanya
dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam mengintip
atau melihat wanita yang sedang telanjang, melepas pakaian, atau
melakukan kegiatan seksual.
Penderita
memperoleh kepuasan seksual dari situ. Wanita yang diintip
biasanya tak dia kenal. Mengintip menjadi cara eksklusif untuk
mendapatkan kepuasan seksual. Anehnya, ia sama sekali tidak
menginginkan berhubungan seksual dengan wanita yang diintip. Cuma
berharap memperoleh kepuasan orgasme dengan cara masturbasi.
Berbeda
dengan pria normal - yang baru mendapatkan kepuasan seksual
setelah melakukan persetubuhan (terkadang masturbasi) - penderita voyeurism
sudah terpuaskan tanpa harus melakukan sanggama. Namun, penyuka
film atau pertunjukan porno jangan takut dikatakan menderita
kelainan ini, karena para pemain film itu dengan sengaja
menghendaki dan menyadari bahwa mereka akan ditonton orang lain.
Penyimpangan psikologis
Selain
voyeurisme, masih ada jenis lain parafilia, seperti ekshibisionisme,
fetisisme, transvestisme, masokisme, paedofilia, dll.
Ciri utama penyimpangan psikoseksual ini ialah timbulnya
fantasi atau tindakan yang tidak lazim dan merupakan
keharusan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Fantasi
ini cenderung berulang secara mendadak dan terjadi
dengan sendirinya. Penyebab utamanya biasanya berhubungan dengan
faktor psikologis. Sedangkan gangguan fungsi karena kelainan
atau gangguan organik pada alat kelamin tidak
dimasukkan dalam parafilia.
Bila
yang dibayangkan dalam fantasi penderita parafilia tidak bisa
dimanifestasikan dengan sesungguhnya, baik saat melakukan kegiatan
seksual sendirian atau dengan pasangan, maka hal yang dibayangkan
haruslah terdapat dalam fantasi yang menyertai masturbasi atau
persetubuhan. Karena saat itulah nafsu erotiknya baru bangkit.
Sebaliknya, bila tidak terdapat fantasi parafiliak yang
dibayangkan, maka kepuasan seksual atau orgasme tidak akan tercapai.
Ciri
lain parafilia, perilaku demkian umumnya tidak membuat mereka
cemas atau depresi, meski dalam beberapa kasus ada juga yang
merasa bersalah, malu, atau depresif karena seringnya melakukan
kegiatan seksual tidak lazim itu.
Namun,
para penderita sering tidak mampu melakukan hubungan seksual yang
penuh kasih sayang secara timbal balik. Juga terdapat disfungsi
psikoseksual seperti nafsu seksual normal yang terhambat, orgasme
terhambat, ejakulasi dini, atau pada wanita timbul diprapeunia
(vagina terasa nyeri waktu melakukan hubungan seksual).
Dalam
dirinya juga terjadi gangguan kepribadian, terutama
ketidakdewasaan emosi. Hubungan sosial dan seksual dapat terganggu
bila perilaku seksual itu diketahui orang dekatnya, umpamanya
istrinya. Atau bila pasangan seksualnya menolak ikut serta dalam
kegiatan seksual tidak lazim itu.
Penderita
sendiri rata-rata tidak merasa atau menganggap dirinya sakit atau
mengidap kelainan seksual sampai mendapat perhatian dokter akibat
perbuatan seksual itu menimbulkan konflik di sekitarnya.
Pendekatan
pada penderita hendaknya dengan penuh pengertian, tidak dengan
menghakimi atau mempersalahkan. Juga dicoba menyelami perasaan dan
jiwa mereka karena acap kali gangguan itu terbentuk dari
keinginan dan pengalaman masa lalu.
Boneka wanita pun menggairahkan
Sementara itu penderita fetisisme (dari kata fetisy: simbol atau idola) kebanyakan menggunakan benda mati sebagai cara eksklusif untuk mencapai kepuasan seksual. Fetisyfetisys
di masa kecil. Misalnya, sewaktu kecil berkali-kali mengalami
ketegangan seksual secara mendadak saat tubuhnya bersentuhan dengan
rambut kakak perempuannya yang berwarna kemerahan, maka rambut
wanita berwarna demikian menjadi fetisy-nya. dapat
berupa suatu bagian dari tubuh wanita seperti rambut, bulu
kemaluan, atau kuku. Dapat juga berupa pakaian atau benda lain
milik wanita macam BH, kaus kaki, syal, sepatu, dan tas. Ada pula
yang berkaitan dengan
Kegiatan seksual dapat ditujukan pada fetisy itu sendiri seperti melakukan masturbasi menggunakan BH atau sepatu, lalu berejakulasi ke dalamnya. Atau, fetisy
diintergrasikan dengan kegiatan seksual dengan orang lain,
misalnya menuntut agar pasangannya mengenakan BH warna tertentu
atau sepatu berhak tinggi saat melakukan kegiatan seksual.
Benda-benda itu mutlak dibutuhkan untuk dapat membangkitkan nafsu
seksualnya.
Pada fetisisme ringan, fetisy
hanya merupakan daya tarik tetapi masih mementingkan kehadiran
pemilik benda itu. Namun, bagi penderita fetisisme sejati, fetisy saja sudah cukup.
Termasuk dalam golongan fetisisme adalah manekinisme yang fetisy-nya berupa manekin (patung pamer pakaian) di toko. Ada lagi pigmalionisme yang fetisy-nya
berbentuk arca hasil pahatan. Istilah ini diambil dari nama raja
Cyprus, Pygmalion, yang jatuh cinta pada patung wanita hasil
pahatannya sendiri.
Seorang fetisys
ada kalanya bisa berurusan dengan aparat hukum karena mencuri BH
yang sedang dijemur, atau tiba-tiba menggunting rambut seorang wanita
yang lantas mengadukannya.
Senang berpakaian wanita
Kelainan
transvestisme mungkin lebih terdengar aneh. Pria heteroseksual
dalam fantasinya atau secara aktual mengenakan pakaian wanita
untuk membangkitkan nafsu seksual dan kemudian mendapatkan
kepuasan seksual. Mengenakan pakaian wanita merupakan pernyataan
identifikasi diri sebagai “wanita” (feminine identification). Bila keinginan mengenakan pakaian wanita tidak terlaksana, ia akan sangat frustrasi.
Ada
kaum transvestit yang melakukan hal itu di kamar tidurnya
sendirian, lalu bercermin memandangi dirinya. Pada waktu
mengenakan pakaian wanita inilah terjadi ereksi. Di sini orgasme
dapat terjadi spontan atau lewat masturbasi. Transvestit lain
terdorong untuk mondar-mandir di jalan dengan berpakaian wanita
lengkap dengan rambut palsu, tata rias wajah, dan perhiasannya. Ia
dapat sangat teliti dan mahir dalam “menyulap” dirinya menjadi wanita,
sehingga sering sangat mirip wanita.
Biasanya
kelainan ini bermula sejak anak-anak atau remaja. Seperangkat
pakaian yang disukai dapat menjadi benda yang merangsang nafsu
seksualnya. Awalnya dipakai pada saat masturbasi, kemudian saat
persetubuhan. Yang dikenakan mula-mula hanya terbatas cross-dressing parsial (hanya mengenakan BH dan celana dalam), lama-kelamaan mengenakan pakaian wanita lengkap, cross-dressing
total. Yang terakhir dilakukan ketika si penderita mulai merasa
mampu berdikari, sekitar masa remaja sampai dewasa muda. Frekuensi
kejadiannya makin lama makin meningkat dan akhirnya menjadi
kebiasaan.
Seiring
dengan bertambahnya usia, kecenderungan untuk mendapatkan
kepuasan seksual melalui cara ini dapat berkurang atau bahkan
hilang. Walaupun ada kalanya sejumlah kecil transvestit muncul
pada usia lebih lanjut, yang menghendaki mengenakan pakaian wanita
dan hidup sebagai wanita secara tetap.
Dalam
kasus terakhir ini transvestisme berubah menjadi transeksualisme;
penderita ingin berganti kelamin, menjadi seperti lawan jenis,
dan tidak lagi mendapat kepuasan seksual hanya dengan cross-dressing. Penderita merasa dirinya benar-benar wanita.
Takut tertangkap basah
Ekshibisionisme
penis merupakan jenis parafilia lainnya. Pada kelainan
psikoseksual ini penderita senang mempertontonkan penisnya kepada
orang tidak dikenal. Tujuannya untuk memperoleh kepuasan seksual
tanpa maksud untuk melakukan kegiatan seksual dengan orang yang
melihatnya. Kepuasan seksual diperoleh penderita saat melihat
reaksi terperanjat, takut, kagum, jijik, atau menjerit dari orang
yang melihatnya. Orgasme dicapai dengan melakukan masturbasi pada
saat itu juga atau sesaat kemudian.
Sebelum
beraksi, ia terus merasa gelisah, tercekam, dan tegang.
Perasaannya akan terasa lega begitu berhasil memamerkan penisnya
pada wanita dewasa atau anak dengan usia dan bentuk tubuh sesuai
keinginannya. Pada saat melakukan ia seolah-olah bermimpi, tidak
mengetahui keadaan sekitarnya dan tidak menyadari bahaya akan
tertangkap. Setelah itu muncul perasaan menyesal dan takut
ditangkap. Namun, perasaan ini tidak cukup kuat untuk mencegahnya
berbuat ulang pada kesempatan lain.
Dalam
banyak kasus tindakan didahului suatu periode di mana ia pergi ke
suatu tempat sepi dan menunggu sampai hari agak gelap. Namun, ada
pula ekshibisionis yang tidak menghindari suasana ramai sehingga
tidak malu-malu melakukan perbuatannya di toko, kamar tunggu
praktik dokter, atau jendela rumahnya pada siang bolong. Ada pula
yang timbulnya secara impulsif karena perasaan ingin melakukannya
timbul seketika, sehingga tanpa pikir panjang ia menuruti dorongan
hatinya.
Acap
kali seorang ekshibisionis dapat melakukan tindakan pengamanan
supaya tidak tertangkap basah saat melakukannya. Ia teliti dulu
sebelumnya apakah ada pria lain yang mengamatinya atau menutupi
kembali penisnya bila tiba-tiba muncul seseorang yang tidak
diinginkan. Ekshibisionis banyak ditemukan pada usia 20-an dan
banyak di antaranya mengalami kesulitan ereksi dalam aktivitas
seksual lainnya.
Sadis dan menakutkan
Jenis-jenis
parafilia tadi tidak melibatkan kontak seksual yang merugikan
lawan jenis. Tidak demikian dengan sadomasokisme dan paedofilia.
Pada sadomasokisme terdapat penggabungan unsur sadistik dan
masokistik saat melakukan hubungan seksual. Dikatakan sadistik
kalau melukai atau menyakiti orang lain secara sengaja atau dengan
ancaman demi kepuasan seksual. Dibilang masokistik kalau
rangsangan seksual diperoleh ketika menjadi sasaran rasa sakit atau
ancaman rasa sakit.
Meskipun
kelainan itu secara fisik dan psikologis membahayakan, sebagian
besar penderita sadar akan risikonya dan tetap berada dalam
batas-batas yang sebelumnya telah ditentukan.
Yang
lebih menyedihkan bila kelainan itu berupa paedofilia. Sebab,
sasaran kepuasan seksualnya diarahkan pada anak-anak yang belum
puber. Sekitar dua pertiga korban kelainan ini adalah anak-anak
berusia 8 - 11 tahun. Kebanyakan paedofilia menjangkiti pria,
namun ada pula kasus wanita berhubungan seks secara berulang
dengan anak-anak. Banyak kaum paedofil mengenali korbannya,
misalnya saudara, tetangga, atau kenalan. Kaum paedofil
dikategorikan dalam tiga golongan yakni di atas 50 tahun, 20-an hingga
30 tahun, dan para remaja. Sebagian besar mereka adalah para
heteroseksual dan banyak juga para ayah.
0 komentar:
Posting Komentar