Penderita Kangker
Ada
dua jenis kanker yang menjadi momok kaum Hawa di mana pun mereka
berada: kanker payudara dan kanker leher rahim alias kanker serviks.
Keduanya tak ubahnya sebuah bayang-bayang kematian. Di negeri ini,
berdasarkan data Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang dirilis
pada Simposium Nasional Imunisasi Pertama, Oktober lalu, tercatat
setiap hari muncul 41 kasus baru dan 20 perempuan meninggal karena
kanker serviks. Artinya setiap 30 menit lahir satu kasus baru dan
kematian karena kanker ini hampir setiap satu jam. Usia penderita
berkisar 35-55 tahun. Ini baru kabar dari satu jenis kanker yang
mengerikan.
Menurut Badan Riset Kanker Internasional, kanker serviks sebagian besar disebabkan oleh human papilloma virus
(HPV), yang telah ditemukan positif pada lebih dari 95 persen kasus
kanker serviks. HPV adalah sejenis virus yang menyerang manusia dengan
ragam cukup banyak, yakni sekitar 100 tipe tapi sebagian besar secara
medis dinilai tidak berbahaya.
Spesialis kebidanan dan kandungan
dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, Dr dr Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), mengatakan HPV
tanpa gejala yang nyata dan bakal hilang dengan sendirinya. Berdasarkan
data, 50-80 persen perempuan pernah tertular HPV. Menariknya, 8 bulan
kemudian 80 persen virus hilang, tapi tubuh tidak menjadi imun. Lalu
dua tahun berikutnya, 10 persen HPV ternyata masih ada di vagina dan
leher rahim.
Ovy–sapaan Dr dr Dwiana Ocviyanti–menjelaskan,
infeksi virus ini umumnya terjadi pada mereka yang sudah pernah
melakukan hubungan seksual. “HPV didapatkan melalui kontak seksual,”
ujarnya. Selain itu, ada faktor lain yang tidak bisa dipinggirkan,
seperti sering melahirkan, pil KB (kontrasepsi) jangka panjang, infeksi
virus lain (herpes, clamydia, dan HIV), serta merokok.
Kecemasan
akan serangan kanker ini semakin besar karena gaya hidup remaja yang
lebih “berani”. “Sungguh tidak populer mengimbau mereka berhenti
‘pacaran,’” ucapnya. Apalagi, ia menambahkan, mereka sangat permisif
terhadap perihal kontak seksual.
Banyak kasus muda-mudi kisaran
usia sekolah menengah pertama yang sudah melakukan hubungan intim. “Ini
yang memicu kanker leher rahim, disebabkan oleh daya tahan imunitas
organ seksual yang belum cukup siap. Walau pada faktanya banyak orang
tua pada zaman dahulu menikah muda, mereka mempunyai pola seks baik dan
faktor risiko yang sangat minim untuk terinfeksi,” Ovy menjelaskan.
Solusinya
tidak dengan penggunaan kondom karena, menurut Ovy, alat kontrasepsi
ini tidak menghalangi penularan HPV. “Kondom hanya melindungi penis,
tidak sampai pangkal penis,” ujarnya. Ia menyatakan pencegahan primer
paling mujarab adalah stop berhubungan seksual di usia dini dan
berganti-ganti pasangan. “Kemungkinan nol persen bagi perempuan yang
pola hubungan seksualnya ketat. Artinya, ia dan pasangannya sama-sama
baru satu kali melakukan hubungan seksual. Sebaliknya, yang
berkeyakinan free sex sangat besar kemungkinannya terinfeksi virus ini.”
Sebenarnya,
kata Ovy, infeksi HPV itu adalah faktor risiko, bukan penyebab. Sama
seperti merokok. “Merokok itu hanya menurunkan daya tahan sel-sel di
tubuh. Namun, bahayanya, rokok mempermudah sel-sel menjadi ganas,”
paparnya. Diungkapkan Ovy, nikotin atau tar telah terbukti ditemukan
pada cairan serviks. “Zat ini yang mempermudah sel bermutasi,” ujarnya.
Menurut dia, para perokok hanya tinggal menunggu risiko mematikan itu.
Menurut
Ovy, pencegahan primer untuk infeksi HPV sekaligus kanker leher rahim
paling efektif dengan vaksinasi. Sebab, dengan cara ini seorang
perempuan dapat terhindar dari infeksi HPV yang onkogenik–jenis HPV
yang dapat menimbulkan kanker. Dengan vaksinasi, kecil kemungkinan
wanita menderita lesi prakanker atau kanker leher rahim. Apalagi belum
ada obat atau cara terapi yang dapat menghilangkan infeksi HPV dari
lokasi yang terinfeksi. “Sekali terinfeksi, belum ada terapi yang
terbukti dapat menghilangkan infeksi tersebut,” Ovy menegaskan.
Adapun
pencegahan sekunder, kata Ovy, bila tidak mendapatkan vaksinasi tapi
sudah terinfeksi virus HPV, dengan deteksi dini lesi prakanker sebelum
menjadi kanker, dengan menggunakan metode tes pap smear atau
tes IVA (inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat). Keampuhan tes
ini telah terbukti di Inggris. Ketika kaum Hawa mulai mengabaikan tes pap smear,
terjadi kenaikan jumlah kematian karena kanker leher rahim pada tahun
lalu sebanyak 413 orang dari 2006 sebanyak 388 orang. Angka itu
tertinggi sejak 2001. Selain karena jumlah wanita berusia 25-64
meningkat 4,3 persen, mereka yang rajin melakukan pap smear menurun hanya 12,6 persen dari total wanita.
Tahun
ini, setelah kampanye periksa lebih dini dilancarkan, wanita yang
melakoni tes mencapai 66,2 persen, terutama pada wanita di bawah 35
tahun. Program pemeriksaan dini akan disebarluaskan di seantero negeri
hingga akhir 2009. Tim dari Program Pemeriksaan Kanker NHS memprediksi
akan terjadi penurunan 95 persen kematian karena kanker ini dalam jangka
panjang setelah kampanye itu. “Karena itu, jangan abaikan tes pap
smear dan paling telat usia 30 tahunan,” kata Dr Anne Szarewski dari
Lembaga Kanker Inggris seperti yang dikutip dari BBC. HERU TRIYONO
DAFTAR GEJALA
· Perdarahan yang Tidak Normal
- Perdarahan sesudah melakukan hubungan intim.
- Perdarahan abnormal (di luar waktu haid).
- Perdarahan sesudah menopause.
· Kelainan pada Vagina # Keluarnya cairan kekuningan dan berbau.
· Gejala Lain # Sakit atau nyeri pada pinggul.
PENCEGAHAN
· Vaksinasi HPV 16 dan 18 # Sebelum tertular HPV. # Mulai umur 10 tahun (penularan mulai usia 15).
· Kekebalan: Lebih dini, lebih tinggi (2 kali dewasa), lebih lama.
· Tiga kali suntikan # Imunisasi 1 dan 2: jarak 1 bulan. # Imunisasi 3: jarak 5 bulan dari imunisasi 2. # Melindungi terhadap HPV 45, 31, dan 52.
0 komentar:
Posting Komentar